Saudara-saudari yang terkasih,

      Besok Rabu, tanggal 6 Maret kita akan memasuki Masa Prapaskah. Masa Prapaskah adalah masa penuh rahmat yang mengarah kepada satu tujuan yang pasti yaitu kebangkitan : kemenangan Kristus atas maut. Selama masa ini, panggilan pertobatan semakin digemakan: kita semua dipanggil untuk berbalik kepada Tuhan Allah dengan segenap hati (bdk. Yl 2,12).

      Ya, pertobatan bukanlah sekedar menyesali kesalahan. Tidak cukuplah kita menyesali kekeliruan yang telah kita lakukan atau menangisi dosa-dosa kita. Hal itu belum merupakan pertobatan yang sejati. Itu barulah penyesalan. Pertobatan adalah berbalik kepada Tuhan. Dasar pertobatan bukan pertama-tama penyesalan atas kekeliruan, melainkan justru kesadaran akan kerahiman Tuhan. “Berbaliklah kepada Tuhan, Allahmu, sebab Ia pengasih dan penyayang, panjang sabar dan berlimpah kasih setia” (Yl 2,13). Kesadaran akan sifat Allah yang demikian itulah yang menjadi dasar pertobatan kita. Kesadaran itu mengantar kita kepada kesadaran lain yaitu bahwa kita selama ini telah berulang kali menyia-nyiakan rahmat yang Dia tawarkan. Itulah dosa, yaitu ketika kita tidak membalas kasih Allah kepada kita namun justru memutusnya. Maka pertobatan selalu dimulai dari kesadaran akan kebaikan Allah yang demikian agung dan akan penolakan kita terhadap kasih-Nya itu. Dari kesadaran itulah, kita digerakkan untuk kembali kepada Bapa dan mengalami kasih-Nya.

      Maka bagi kita, umat Katolik, pertobatan bukanlah sekedar soal memperbaiki perilaku hidup. Perubahan cara hidup menjadi semakin baik adalah buah dari pengalaman akan kasih Allah. Ketika orang menyadari kasih Allah dalam dirinya dan berusaha tetap tinggal dalam kasih itu, maka akan terjadi transformasi hidup dalam dirinya dan hidupnya akan menghasilkan buah-buah yang melimpah. Itulah pertobatan.

Saudara-saudari yang terkasih,

        Pertobatan yang sejati pasti terwujud secara konkret dalam perbuatan nyata. Kitab Putera Sirakh yang kita dengarkan dalam bacaan pertama mengatakan, “Nilai ladang ditampakkan oleh pohon yang tumbuh di situ” (Sir 27:6). Dalam nada yang sama, Yesus juga mengatakan dalam Injil, “Setiap pohon dikenal dari buahnya” (Luk 6:44). Pertobatan yang sejati dapat dilihat dalam buahnya yaitu perbuatan nyata yang bisa dirasakan oleh orang lain.

       Pertobatan yang sejati memang tidak hanya akan menghasilkan kesalehan pribadi yang dirasakan oleh diri sendiri. Pertobatan yang sejati selalu mengandung dimensi sosial. Itulah sebabnya, Gereja menyelenggarakan gerakan Aksi Puasa Pembangunan (APP). Hal ini tidak lain dimaksudkan supaya aksi pertobatan kita juga menghasilkan buah yang bisa dirasakan tidak hanya oleh masing-masing pribadi, tetapi juga oleh umat lain bahkan masyarakat pada umumnya.

     Puasa bukanlah tindakan menyiksa diri dengan menahan lapar sepanjang hari, lalu pada hari berikutnya dibalas dengan makan sepuasnya. Puasa adalah tindakan solidaritas dengan orang-orang yang berkekurangan. Solidaritas ini tidak hanya diwujudkan melalui usaha merasakan kekurangan sebagaimana apa yang mereka rasakan, tetapi juga dengan menyisihkan uang yang sedianya kita belanjakan untuk kebutuhan makan sebagai dana APP. Dengan demikian, puasa kita sungguh mempunyai dampak tidak hanya bagi diri sendiri, melainkan bagi sesama kita. Itulah sebabnya, puasa tidak pernah lepas dari amal kasih dan doa. Ketiganya merupakan satu kesatuan yang hendak kita lakukan secara lebih intensif selama masa prapaskah ini.

Saudara-saudari terkasih,

      Wujud pertobatan yang kita usahakan dalam masa prapaskah ini tidak terbatas pada gerakan APP. Secara khusus, untuk tahun ini, bangsa Indonesia akan menyelenggarakan pesta demokrasi dengan Pemilihan Presiden dan anggota legislatif yang kebetulan jatuh pada pekan suci yaitu tanggal 17 April 2019. Peristiwa ini kiranya perlu dilihat tidak hanya sebagai peristiwa politik, namun juga sebagai hal yang tidak bisa dilepaskan dari panggilan kita sebagai orang beriman.

       Memang, senyatanya tidak ada pertentangan antara menjadi orang Katolik dan menjadi warga negara Indonesia. Alm. Mgr. Albertus Soegiyopranoto pernah menekankan bahwa jati diri kita adalah 100% Katolik dan 100% Indonesia. Oleh karenanya, pertobatan yang menjadikan orang semakin menghayati iman Katoliknya mestinya juga menjadikan orang semakin mencintai negara kita. Usaha terus-menerus untuk semakin melibatkan diri dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara juga merupakan salah satu wujud nyata dari pertobatan yang mempunyai dimensi sosial ini.

        Itulah sebabnya, dalam kesempatan ini secara khusus saya ingin mengajak semua orang Katolik yang  mempunyai hak pilih untuk menggunakannya sebaik-baiknya. Kita harus ikut menentukan masa depan bangsa ini. Jangan golput! Datanglah ke tempat pemungutan suara (TPS) untuk memilih presiden dan wakil kita di lembaga legislatif. Pertimbangkanlah sungguh-sungguh pilihan kita. Pilihlah orang yang sungguh-sungguh bisa memperjuangkan kebaikan umum,  menjunjung tinggi martabat dan hak asasi manusia serta menghormati kebhinekaan yang merupakan kekayaan dan kekuatan bangsa kita.

      Akhirnya, saudara-saudari yang terkasih, marilah kita mohon agar Roh Kudus menyertai kita dalam laku tobat kita di masa prapaskah ini. Marilah kita juga saling mendoakan satu sama lain, agar berkat kemenangan Yesus Kristus di hari Paskah nanti, kita dimampukan untuk semakin solider dengan sesama dan semakin terlibat dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Dengan demikian, kita bisa mengalami dan mewartakan sukacita Paskah secara penuh.

 

 

 

  Purwokerto, 2 Maret 2019

Mgr. Christophorus Tri Harsono

  Uskup Dioses Purwokerto