“Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu”.

    Tidak ada seorang pun yang bisa membantah bahwa perempuan yang kedapatan berzinah itu sungguh berdosa berat. Dosa perzinahan itu dosa yang serius. Tapi persoalan yang dikisahkan dalam Injil ini bukan pertama-tama pada perempuan yang berzinah itu melainkan pada sikap ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi terhadap perempuan yang berzinah itu. Perempuan yg berzinah sendiri justru menjadi orang yang sungguh luar biasa karena setelah berjumpa dengan Yesus, ia berubah menjadi manusia baru. Dia bersyukur karena dibawa kepada Yesus sebab jika tidak, ia pasti dirajam sampai mati oleh para ahli Taurat dan orang-orang Farisi.

    Menarik sekali untuk direnungkan bersama bahwa massa yg melakukan kekerasan terhadap perempuan yg berdosa itu, direndahkan oleh Yesus dengan mengatakan bahwa barangsiapa tidak berdosa hendaklah ia yang pertama kali melemparkan batu kepada perempuan itu. Lalu satu per satu mereka pergi mulai dari yang tertua.

    Kita belajar tentang banyak hal, baik sebagai pribadi maupun komunitas tentang bagaimana menyikapi sesama kita yang jatuh dalam dosa. Memang benar kita hidup dengan aturan baik aturan sipil maupun keagamaan. Ada sejumlah aturan yg berisi tentang larangan dengan segala sangsinya jika hal itu dilanggarnya. Tetapi pada dasarnya aturan-aturan itu dibuat untuk menjamin agar hak-hak setiap pribadi maupun hidup bersama bisa terlaksana dengan baik.

    Nah persoalannya adalah jika seorang di antara kita itu melanggar aturan atau jatuh dalam dosa, apakah kita begitu saja langsung mengadilinya ataukah kita membantunya supaya ia kembali ke dalam hidup yg baik? Apakah kita tetap menyeretnya ke ranah hukum jika yang bersalah itu teman kita sendiri? Ataukah kita mengutamakan pendekatan kasih terlebih dahulu?

    Apa yang dilakukan oleh Yesus terhadap perempuan yg berzinah dengan menunjukkan belas kasihNya, kiranya hal itu juga menjadi model bagi kita dalam menyikapi sesama kita yang jatuh dalam dosa.

Rm. Yohanes Suratman, Pr