Beberapa orang Yerusalem berkata, “Bukankah Dia ini yang mereka mau bunuh? Lihatlah, Ia berbicara dengan leluasa dan mereka tidak mengatakan apa-apa kepadaNya. Mungkinkah pemimpin kits benar-benar sudah tahu bahwa Ia adalah Kristus? Tetapi tentang orang ini kita tahu dari mana asalNya padahal bila Kristus datang, tidak ada seorang pun yang tahu dari mana asalNya”.

     

     Salah satu tema pokok Injil Yohanes adalah mengenai Yesus sebagai Seorang utusan Allah. Tema ini menjadi batu sandungan bagi orang Yahudi. Oleh karena itu hubungan Yesus dan para pengikutNya dengan orang-orang Yahudi menjadi tidak harmonis.

 

    Bagi orang Yahudi, asal usul Mesias atau Kristus, penuh misteri dan tidak diketahui oleh seorang pun. Padahal mereka tahu bahwa Yesus itu berasal dari Galilea. Ironisnya Yesus menyarakan bahwa diriNya berasal dari Allah. Dia berkata, “Memang Aku kamu kenal dan kamu tahu dari mana asalKu, namun Aku datang bukan dari kehendakKu sendiri tetapi diutus oleh Dia yang benar dan Dialah yang mengutus Aku”.

 

    Pemahaman seseorang yang sudah tertanam sedemikian rupa dalamnya kerap menjadi tantangan baginya untuk menjadi beriman dan untuk mengenali cara-cara Tuhan bertindak di dalam kehidupannya. Kerap kali untuk menjadi beriman diperlukan perubahan pola pikir atau mindset. Itulah persoalan yg tidak mudah. Karena Firman Tuhan berkata, “… rancanganKu bukanlah rancanganmu dan jalanmu bukanlah jalanKu…” (Yes 55,8).

 

    Orang Yahudi karena merasa sudah paham betul tentang asal usul Yesus bahwa Dia itu orang Galilea, menjadi sangat sulit untuk mempercayaiNya bahwa Dia itu utusan Allah. Apalagi bagi orang Yahudi, orang-orang Galilea itu “dicap” sebagai orang “kampungan” atau orang yang punya aksen berbeda dengan mereka pada umumnya. Ingat ketika Petrus duduk di halaman Mahkamah Agama, ia dituduh sebagai orang Galilea karena kelihatan dari aksen atau bahasanya (lih Mat 26, 73). Jadi, menjadi seorang Galilea itu sebetulnya tidak istimewa, dari cara bicaranya saja nampak sebagai orang yg biasa saja.

 

 

    Apakah kita dapat melihat di dalam diri Yesus yang nampak sebagai manusia lemah itu, Mesias, utusan Allah? Apakah kita mampu mengimaniNya sebagai Tuhan? Dan mengapa kita mengimaniNya?

Rm. Yohanes Suratman, Pr