“Bukankah engkau pun harus mengasihi kawanmu seperti aku telah mengasihi engkau? … Demikianlah BapaKu yang di sorga akan berbuat terhadap kamu apabila kamu masing-masing tidak mengampuni saudaramu dengan segenap hatimu.”

   Menerima pengampunan dari Tuhan jauh lebih mudah dari pada mengampuni sesama. Karena Tuhan adalah pengasih dan penyayang. KasihNya tidak tergantung dari sikap kita. Dengan mengaku dosa, Tuhan pasti memberikan pengampunan.

 

      Tetapi hal itu tidak berarti bahwa hidup kita sudah beres dan dosa kita sudah terhapus. Pengampunsn dari Tuhan harus dibagikan kepada yang lain. Pengampunan bukan hanya masalah personal. Hal itu baru permulaan hidup baru. Kita masih punya tugas untuk mengampuni sesama. Dan ini tugas yg sangat sulit. Sebab mengampuni sesama itu melibatkan dua pihak. Dari pihak yang satu mungkin bisa mengupayakannya tapi pada pihak yg lain bisa jadi tidak bersedia. Jika kedua pihak belum bisa saling mengampuni, maka relasi di antara mereka masih menjadi masalah. Pendamaian juga menuntut pengampunan dari kedua pihak.

 

     Diceritakan tentang hamba yang berutang 10 ribu talenta. Karena tak mampu melunaskan hutangnya ia sujud dan memohon kepada raja supaya sabar dan nanti akan dilunasinya. Raja pun menghapus hutangnya. Hamba yang sudah dihapus hutangnya ini bertemu dengan hamba lain yg berhutang 100 dinar kepadanya. Karena belum bisa melunasi, hamba itu dicekik dan dimasukkan penjara. Melihat itu kawan kawannya yg lain menyampaikan segala yg terjadi kepada tuannya. Maka tuan itu marah dan menyerahkannya kepada algojo-algojo.

 

      Pengampunan akan ditunda bagi orang yg terus menerus mengulangi kejahatannya. Pengampunan butuh rekonsiliasi. Dalam rekonsiliasi itu kedua pihak harus saling mengampuni. Ketidak-sediaan untuk mengampuni, membuat orang menerima nasib seperti hamba yg diserahkan kepada algojo-algojo.

Bersediakah kita mengampuni? Masa prapaskah adalah masa untuk mengatasi hambatan bagi pengampunan itu.

 

RD. Yohanes Suratman