Ketika Yesus melihat orang itu berbaring di situ dan karena Ia tahu bahwa ia telah lama dalam keadaan itu, berkatalah Ia kepadanya, “Maukah engkau sembuh?”

      Pertanyaan Yesus ini ditujukan kepada orang lumpuh yg berbaring di pinggir kolam Betesda, yg sudah menderita sakit selama 38 thn. Pertanyaan Yesus itu sekilas rasanya aneh. Bagaimana mungkin tidak ingin sembuh, dia sudah menunggu di pinggir kolam yg diyakininya airnya akan menyembuhkannya. Tetapi pertanyaan Yesus itu bukan tanpa dasar dan alasan. Pertanyaan itu diajukanNya karena orang lumpuh itu sudah tak punya niat untuk sembuh. Ia menjadi pesimis karena tidak ada orang yg membantu menurunkannya ke kolam dan orang lain sudah mendahuluinya turun ke kolam. Ia sudah merasa kalah sebelum bertanding.

  Tetapi Yesus tetap membangkitkan semangat dengan memintanya untuk berdiri dan mengangkat tilamnya. Perintah yang nampaknya juga mustahil ia lakukan: bagaimana nungkin orang lumpuh disuruh mengangkat tilam. Mengurus badannya sendiri saja sudah susah. Tapi ternyata ia bisa berdiri dan mengangkat tilamnya. Dan sungguh ajaib karena akhirnya ia menjadi sembuh.

   Hal yang kerap kali tidak bisa kita lakukan, biasanya terjadi bukan pertama-tama karena tindakan itu memang sulit tetapi hanya karena kita itu malas dan tidak punya niat untuk melakukannya. Ketika kita sungguh punya niat dan mau memperjuangkannya dengan tekun dan setia, ternyata hal itu bisa kita lakukan juga.

     Itulah yang sebetulnya terjadi dengan sebuah mukjizat. Mukjizat terjadi ketika orang itu mau bekerja bersama dengan Tuhan. Ia tidak hanya menunggu pertolongan Tuhan secara pasif tapi mau membuka dirinya dan siap melakukan apa saja yang dikehendaki oleh Tuhan.

    Apakah kita masih punya alasan untuk tetap menyukai kebiasaan buruk kita? Apakah kita juga mau disembuhkanNya? Jika kita mau, apa niat-niat kita yang konkrit yang akan kita lakukan untuk pemulihan itu?

Rm. Yohanes Suratman