“Ia dihina dan dihindari orang, seorang yang penuh kesengsaraan dan biasa menderita kesakitan, ia sangat dihina… Tetapi sesungguhnya penyakit kitalah yang ditanggung-Nya dan kesengsaraan kitalah yang dipikul-Nya… Sesungguhnya dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; derita yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepada-Nya dan oleh bilur-bilur-Nya kita menjadi sembuh”.

    Pada Jumat Agung ini kita membaca kisah sengsara dan wafat Tuhan Yesus. Kita juga menghormati dan mencium salibNya. Kita semua tidak ada yang berkeberatan untuk mengatakan bahwa penderitaan-Nya itu amat sangat mengerikan dan kita pun sebetulnya juga tidak ingin melihatnya. Kalau boleh kita pun ingin menghindarinya. Tetapi sebaliknya, penderitaan dan wafat-Nya justru malah diwartakan dan dihormatinya. Rasul Paulus berkata, “… kami memberitakan Kristus yang tersalib…”. Adakah kekuatan dan berkat dari salib Tuhan kita Yesus Kristus itu?

    Salib adalah simbol dari penderitaan umat manusia dan tak seorang pun bisa lepas dari penderitaan itu. Kidung Hamba Yahwe memberikan pencerahan bagaimana memahami penderitaan itu dan sekaligus juga menantang kita untuk ikut menderita demi keselamatan sesama.

    Salib Kristus adalah kesengsaraan kita yang dipikul-Nya. Ia menderita sengsara dan wafat karena kejahatan kita supaya oleh bilur-bilur-Nya itu kita diselamatkan-Nya. Yesus dijatuhi hukuman salib dan kesengsaraan yg diterimanya itu dijadikan sebagai kesempatan untuk memberikan diri-Nya. Yang Ia berikan bukan hanya sesuatu tapi hidup-Nya sendiri sampai mati. Hal ini mau mengajari kita bahwa hanya melalui pemberian diri itulah keselamatan akan terjadi. Sementara kekerasan justru akan menghancurkan kehidupan.

    Oleh karena itu Salib Kristus menjadi tanda kemenangan. Sebab cinta kasih-Nya menang atas kejahatan. Maka, jangan takut berbela rasa terhadap sesama sekalipun kita harus menderita!

 

 

Rm. Yohanes Suratman, Pr