“Aku berkata kepadamu: Sungguh, barangsiapa menuruti firmanKu ia tidak akan mengalami maut sampai selama-lamanya”.

     Identitas Yesus sebagai utusan Allah dan kepercayaan manusia kepadaNya, merupakan inti dari Injil Yohanes. Dalam Injil hari ini, tanggapan manusia atas perwahyuan diri Yesus digambarkan secara negatif. Yesus mengatakan bahwa barangsiapa menuruti firmanNya, orang tidak akan mati. Orang Yahudi berpikir tentang mati dalam arti biasa tapi Yesus sedang mengatakan tentang sesuatu yg lain yakni mengenai keselamatan yg kekal. Dan Dia sendiri jaminannya. “Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya sebelum Abraham jadi, Aku ada” (ay 58).

     Pernyataan itu mau menegaskan bahwa keberadaan Yesus itu kekal melampaui Abraham. Kata-kata Yesus “Aku, ada”, bagi orang Yahudi sama saja dengan mengatakan bahwa Aku adalah Allah. Hal itu seperti kisah Musa dalam semak yg menyala. “Firman Allah kepada Musa: “AKU ADALAH AKU” (Kel 3,14). Karena itulah sesudah Yesus berkata “Aku ada”, orang-orang mengambil batu untuk melempari Yesus sebab Ia menyamakan diriNya dengan Allah.

     Proses menjadi orang beriman memang panjang dan penuh pergumulan. Tidaklah mudah menjadi percaya kepada Yesus apalagi ketika Yesus itu nampak lemah dan bahkan mati. Kita tentu akan bertanya-tanya, Tuhan kok menjadi manusia dan mati lagi. Mestinya Tuhan itu perkasa.

    Perwahyuan diri Yesus sebagai Allah justru terjadi pada saat Yesus disalibkan. Seorang prajurit yg turut membunuh Yesus, berkata, “Waktu kepala pasukan yang berdiri berhadapan dengan Dia melihat matiNya, berkatalah ia: “Sungguh, orang ini adalah Anak Allah” (Mrk 15, 39).

     Betapa pun misteri Allah ini tak terselami dengan akal sehat, namun kita harus berani mempercayakan diri kepadaNya. Iman memang membutuhkan keberanian untuk berserah diri walaupun yang harus dipercayai itu kadang tidak sepenuhnya bisa dimengerti. Kita harus bisa meniru Tomas dengan berkata, “Ya Tuhanku dan Allahku”.

 

 

 

 

Rm. Yohanes Suratman, Pr