Di zaman serba digital ini, rasanya semua orang nggak bisa lepas dari internet. Mulai dari sekolah online, cari info, sampai nge-scroll sosial media. Tapi, pernah nggak kepikiran bahwa ada seorang Santo, anak muda juga, yang justru memakai internet untuk menyebarkan kasih Tuhan?
Namanya Santo Carlo Acutis. Ia bukan Santo dari abad pertengahan, tapi remaja yang baru saja meninggal pada tahun 2006. Hidupnya sangat relevan dengan generasi sekarang, dan kisahnya bikin kita sadar: internet bukan cuma buat hiburan, tapi juga bisa jadi alat untuk mewartakan kasih Kristus.
Siapa Santo Carlo Acutis?
Carlo Acutis lahir di London pada 3 Mei 1991 dan tumbuh besar di Italia. Ia seperti remaja pada umumnya—suka bermain video game, coding, nonton film, dan pelihara kucing. Tapi yang bikin beda: Carlo punya cinta luar biasa kepada Ekaristi dan Gereja.
Sejak kecil, ia sudah rajin ikut Misa harian dan berdoa Rosario. Ia juga sangat peduli pada orang miskin dan teman-temannya yang sedang kesusahan. Carlo pernah bilang, “Ekaristi adalah jalan tol menuju surga.”

Website St. Carlo Acutis (https://www.carloacutis.com/en/association/presentazione)
Kenapa Disebut Santo Pelindung Internet?
Carlo menggunakan kemampuannya di bidang komputer untuk membuat website yang menampilkan mukjizat Ekaristi dari seluruh dunia. Ia mengumpulkan data, membuat desainnya, dan menyusunnya bersama anggota keluarganya, padahal usianya baru belasan tahun!
Internet yang sering dianggap bikin orang jauh dari Tuhan, justru dipakai Carlo sebagai alat pewartaan iman. Maka dari itu, Vatikan secara tidak resmi menyebutnya sebagai “Santo Pelindung Internet.”
Bukti Hidup Kudus di Zaman Modern
Carlo meninggal dunia pada 12 Oktober 2006 karena leukemia. Tapi dalam sakitnya pun, dia tetap menunjukkan sukacita dan iman yang besar. Ia pernah berkata, “Saya mempersembahkan semua penderitaan saya untuk Paus dan Gereja.”
Tahun 2020, Carlo dibeatifikasi oleh Paus Fransiskus setelah terbukti ada mukjizat melalui doanya. Seorang anak di Brasil sembuh dari penyakit berat. Ia resmi menyandang gelar “Beato”, dan tinggal menunggu mukjizat kedua untuk menjadi santo secara penuh.
Setelah beatifikasi, banyak orang mengunjungi makam Acutis di Asisi. Vatican News melaporkan bahwa ada orang-orang yang sembuh dari penyakit setelah berdoa di makam Acutis.
Apa yang Bisa Kita Pelajari dari Santo Carlo Acutis?
1. Hidup kudus itu mungkin.
Carlo bukan biarawan atau imam. Ia anak muda biasa, hidup di kota, main game, punya sosial media. Tapi ia memilih untuk mencintai Tuhan di tengah dunia modern.
2. Internet bukan musuh iman.
Bukan internet yang salah, tapi cara kita memakainya. Carlo kasih contoh bahwa dunia digital bisa dipakai untuk hal baik, bahkan untuk misi Gereja.
3. Ekaristi adalah pusat hidup.
Carlo menaruh Ekaristi sebagai yang paling penting dalam hidupnya. Ia sering mengajak teman-temannya untuk ikut Misa dan berdoa.
4. Gunakan talenta untuk Tuhan.
Carlo jago komputer, jadi dia pakai itu untuk menyebarkan iman. Setiap kita pasti punya bakat. Pertanyaannya: mau dipakai buat apa?
Kalau kamu mau lihat karya Carlo tentang mukjizat Ekaristi, kamu bisa kunjungi situsnya yang masih aktif dan terus diperbarui: www.miracolieucaristici.org
Kalau kamu merasa artikel Keuskupan Purwokerto ini menguatkanmu, kamu bisa bagikan ke teman atau keluarga yang lagi merasa sendiri dalam perjuangan hidupnya. Kadang, satu kalimat bisa jadi pengingat bahwa mereka gak sendiri.