Yesus berkata, “Akulah roti hidup yang turun dari sorga. Jikalau seorang makan dari roti ini, ia akan hidup selama-lamanya dan roti yang Kuberikan itu ialah dagingKu, yang akan Kuberikan untuk hidup dunia”.

     Sekarang Yesus tidak lagi berbicara mengenai roti sebagai sebuah kiasan tapi mengenai roti yang sungguh-sungguh yakni tubuhNya sendiri. TubuhNya akan Ia berikan supaya kita hidup selama-lamanya. TubuhNya yang akan Ia berikan ini menunjuk kepada kematianNya di Golgota. Sebab di Golgota itu Ia memberikan seluruh hidupNya sampai wafat.

     Pernyataan Yesus ini sungguh mengejutkan dan sekaligus menjadi sebuah tantangan. Roti berubah menjadi tubuhNya sendiri. Sungguhkah kita percaya bahwa roti itu benar-benar tubuhNya sendiri?

     Setiap kali merayakan ekaristi, kita menyaksikan mukjizat itu terjadi. Roti dan anggur yg kita persembahkan bersama persembahan diri kita, berubah menjadi tubuh dan darah Kristus berkat daya kuasa Roh Kudus.

     Sebagai pelayan ekaristi, imam mengulurkan tangannya ke atas roti dan anggur lalu berdoa, “Maka kami mohon, kuduskanlah persembahan roti dan anggur ini dengan pencurahan RohMu, agar bagi kami menjadi Tubuh dan Darah PutraMu terkasih, Tuhan kami Yesus Kristus” (Doa Syukur Agung II).

     Jadi melalui ekaristi Tubuh Kristus dihadirkan kembali dan kita boleh menyantapNya. Maka kita patut bersyukur sebagaimana arti kata ekaristi itu sendiri dimaksudkan. Kita bersyukur karena Tuhan Yesus berkenan tinggal di dalam hati kita. Dengan demikian kita tidak pernah sendirian. Tuhan Yesus selalu ada untuk kita.

Rm Yohanes Suratman, Pr