“Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini”.

     Doa Bapa Kami bukanlah satu-satunya doa yang diajarkan kepada kita. Perumpamaan mengenai orang Farisi dan seorang pemungut cukai yang pergi ke Bait Allah untuk berdoa juga merupakan contoh doa yang sangat bagus, yang diajarkan kepada kita. Ada banyak alasan orang itu bersyukur kepada Tuhan. Orang Farisi bersyukur kepada Tuhan karena merasa dirinya lebih baik dari pada orang lain. Kesempurnaan diri menjadi alasan untuk memuji Tuhan. Sangat bertolak belakang dengan doanya seorang pemungut cukai. Ia merasa diri berdosa karena itu ia membutuhkan belas kasih Allah. “Ya Allah, kasihanilah aku orang yang berdosa”.

 

      Di akhir kisah dikatakan bahwa doa seorang pemungut cukai itu dibenarkan oleh Allah. Sementara doa orang Farisi, tidak diterima. Bagaimana dengan doa-doa kita? Apakah kita telah berdoa secara benar atau kita berdoa dengan agenda kita sendiri untuk berbagai kepentingan diri?

 

 

      Tuhan Yesus dan para nabi Perjanjian Lama begitu sering menentang berbagai praktek kesalehan yang membuat orang tidak makin dekat dengan Tuhan dan sesamanya. Orang memang rajin berdoa tetapi justru menghina dan menjauhi orang lain. Doa mestinya menyadarkan setiap orang akan keterbatasan dirinya sehingga ia membutuhkan belas kasih Tuhan dan memohon kekuatan agar dimampukan untuk berbagi belas kasihNya kepada sesama. Semakin orang itu rajin berdoa, semestinya ia semakin rendah hati di hadapanNya dan menjadi berbelas kasih terhadap sesamanya. Jika tidak demikian, maka doa-doa kita hanyalah menjadi ungkapan kesalehan yang palsu belaka.

Semoga kita menjadi pendoa-pendoa yang benar dan tulus hati.

Rm. Yohanes Suratman

.