Tetapi Petrus dan Yohanes menjawab mereka, “Silahkan kamu putuskan sendiri manakah yang benar di hadapan Allah: taat kepada kamu atau taat kepada Allah. Sebab tidak mungkin bagi kami untuk tidak berkata-kata tentang apa yang telah kami lihat dan yang telah kami dengar” (ay 19-20).

     Kalau membaca dua kitab yang saya tulis di atas, akan terlihat sikap iman yang berbeda dari para rasul Yesus terkait dengan kebangkitanNya. Dalam Injil Markus, para rasul nampak sekali masih sulit untuk percaya pada Yesus yang bangkit walaupun Yesus telah berulangkali menampakkan diri.

  Tetapi sesudah Pentakosta, semuanya berbalik. Para rasul menjadi percaya dan hidupnya berubah. Itulah yang terjadi dan yang ditulis dlm Kisah Para Rasul. Para rasul berani berkotbah tentang Yesus yang bangkit dan mendapatkan karunia penyembuhan hingga mengakibatkan konfrontasi dengan para pejabat agama Yahudi. Meskipun demikian mereka tidak bisa dihentikan. Mereka tetap bersaksi tentang Yesus yang bangkit yang telah mereka alami walau diancam sekalipun.

  Kita bisa merenungkan sikap dan perkembangan iman para rasul yang telah mengalami kebangkitan Yesus ini. KebangkitanNya mengubah hidup mereka secara sangat jelas. Kedalaman imannya nampak jelas ketika mereka berhadapan dengan tantangan. Ketika dilarang untuk memberitakan Yesus, mereka tidak bisa berdiam diri.

     Kita pun kadang menghadapi berbagai kesulitan dalam menghayati iman kita. Kesulitan itu bisa muncul dari diri kita sendiri. Kita kadang takut untuk berbicara kepada orang lain tentang apa yang kita yakini itu benar dan baik. Kita takut kalau orang lain yang kita ajak bicara itu menjadi tersinggung atau malah meninggalkan kita. Maka kita kerap hanya diam saja walau sebetulnya kita tahu bahwa ada hal yg tidak benar. Itulah kehidupan kita.

     Hari ini kita melihat pengalaman para rasul sesudah kebangkitan dan turunnya Roh Kudus. Mereka berani bersaksi tentang Yesus yang bangkit. Dengan menerima pembaptisan dan diteguhkan dengan Ekaristi serta Krisma, kita pun telah menerima Roh Kudus yang sama dengan yang diterima oleh para rasul itu. Apakah kita berani menjadi seperti mereka?

Rm. Yohanes Suratman, Pr