Lalu kedua orang itupun menceritakan apa yang terjadi di tengah jalan dan bagaimana mereka mengenal Dia pada waktu Ia memecah-mecahkan roti (ay 35).

     Dua murid Yesus dengan hati penuh kekecewaan dan penyesalan, pergi menuju ke arah yg salah. Mereka meninggalkan Yerusalem menuju ke Emaus. Walaupun Yesus yg bangkit bersama mereka dan berbicara dengan mereka namun mereka tidak mengenaliNya. Hati dan pikiran mereka tidak mampu mengenali Yesus walaupun Ia begitu dekat. Kekecewaan dan perasaan gagalnya menghalangi mereka untuk berjumpa dengan Yesus.

    Mereka baru mengenal Yesus yg bangkit pada saat pikiran dan hati mereka dibuka oleh Yesus dengan menerangkan kitab suci dan memecah-mecahkan roti. “Kata mereka seorang kepada yang lain, “Bukankah hati kita berkobar-kobar ketika Ia berbicara dengan kita di tengah jalan dan ketika Ia menerangkan Kitab Suci kepada kita?” (ay 32).

     Kalau diringkas ada 3 hal yang membuat mereka mengenali Yesus, yakni tinggal bersama Yesus, pembacaan Kitab Suci dan pemecahan roti. Ketiga unsur ini adalah bagian dari perayaan ekaristi yg kita rayakan setiap hari. Jadi perayaan ekaristi menghadirkan kembali Kristus yg wafat dan bangkit. Apakah kita mengalami kehadiran Kristus yg bangkit setiap kali kita merayakan ekaristi?

    Perayaan ekaristi di jaman kita ini terkesan menjadi begitu formal dan ritual belaka. Pengalaman sukacita yg dirasakan oleh dua murid yg menuju ke Emaus, seringkali tidak terjadi. Ekaristi lebih menjadi beban sehingga tugas-tugas yg harus dilaksanakan kerap ditolaknya. Orang ikut ekaristi hanya sekedar ingin terima komuni saja. Orang tidak mendengarkan Sabda Tuhan dengan baik sehingga Sabda itu tidak “nyantel” sedikit pun. Dengan demikian ekaristi dipahami secara magis.

     Padahal kedua murid itu butuh penjelasan Kitab Suci untuk mengenal Yesus yg bangkit. Tanpa penjelasan itu mereka tidak sampai pada keyakinan bahwa Yesus itu Mesias dan Tuhan yg bangkit. Tanpa Kitab Suci, pemecahan roti jg kehilangan maknanya yg mendalam sebab Kitab Suci menerangi arti pemecahan roti sebagai pemenuhan semua janji Allah.

     Apa yg terjadi pada kedua murid itu menjadi contoh yg baik bagi kita bahwa kita perlu membaca dan merenungkan Sabda Tuhan supaya lebih mudah memaknai Ekaristi sebagai sumber dan puncak hidup kristiani sehingga setiap kali mengikuti ekaristi, semangat kita untuk menjadi saksi Kristus, dikobarkan kembali.

Rm. Yohanes Suratman, Pr